Anak perempuan itu berlarian seperti dikejar ayam milik Pak Aceng dikoridor rumah sakit tak peduli disambar peringatan "ini rumah sakit jangan buat gaduh!" oleh satpam. Hampir mati rasanya ia mendengar berita adik kecilnya harus rela tubuhnya dimasukkan cairan-cairan asing yang tentunya berbeda dengan es teh manis kesukaannya di kantin sekolah. Adik kecilnya harus rela berselimut aroma menusuk khas rumah sakit untuk beberapa milyar detik kedepan.
Anak perempuan itu menangis sesunggukkan seperti dunia mau kiamat besok. Tidak peduli dengan tatapan mengajak perang dari orang-orang yang merasa terganggu dengan gemuruh tangisannya yang kian terdengar. Anak laki-laki yang ikut bersamanya hanya bisa mengejar-diam-mengejar-diam anak perempuan tadi. Mulutnya beku tak mampu berucap sepatah katapun. Ia tak mampu memberikan ucapan klasik "sabar ya" ke anak perempuan itu. Tatapannya nanar.
Anak perempuan itu terhenti. Sepertinya persediaan air matanya mulai menipis. Ia berusaha menelisik sekitar dengan jelas. Ia mencari botol air mineral. Anak laki-laki tadi ternyata lebih cekatan dari yang ia duga, ia sudah menyiapkannya lengkap dengan roti isi cokelat dan keripik kentang.
"ngeliat kamu nangis kaya tadi, ngeliat kamu sesayang itu sama orang yang berharga buat kamu, jadi motivasi aku kalo aku harus jaga kamu dan ga boleh ninggalin kamu ternyata"
"uhuk!"
Anak perempuan itu langsung tersedak. Rupanya ia sedang asyik menelan roti isi cokelat. Tak terbayang akan ada kata-kata sekeramat itu muncul dari anak laki-laki disampingnya.
Tersenyum simpul ia.
Sekali lagi, mengamini.
Berharap tak ada tinggal meninggalkan. Disaksikan ruang mayat, suster yang sedang mendorong pasien, satpam yang berkeliling, dan tentu saja Sang Dalang di SinggasanaNya.
(namun nyatanya, rumah sakit hanya menjadi sakit sekarang.)
Anak perempuan itu menangis sesunggukkan seperti dunia mau kiamat besok. Tidak peduli dengan tatapan mengajak perang dari orang-orang yang merasa terganggu dengan gemuruh tangisannya yang kian terdengar. Anak laki-laki yang ikut bersamanya hanya bisa mengejar-diam-mengejar-diam anak perempuan tadi. Mulutnya beku tak mampu berucap sepatah katapun. Ia tak mampu memberikan ucapan klasik "sabar ya" ke anak perempuan itu. Tatapannya nanar.
Anak perempuan itu terhenti. Sepertinya persediaan air matanya mulai menipis. Ia berusaha menelisik sekitar dengan jelas. Ia mencari botol air mineral. Anak laki-laki tadi ternyata lebih cekatan dari yang ia duga, ia sudah menyiapkannya lengkap dengan roti isi cokelat dan keripik kentang.
"ngeliat kamu nangis kaya tadi, ngeliat kamu sesayang itu sama orang yang berharga buat kamu, jadi motivasi aku kalo aku harus jaga kamu dan ga boleh ninggalin kamu ternyata"
"uhuk!"
Anak perempuan itu langsung tersedak. Rupanya ia sedang asyik menelan roti isi cokelat. Tak terbayang akan ada kata-kata sekeramat itu muncul dari anak laki-laki disampingnya.
Tersenyum simpul ia.
Sekali lagi, mengamini.
Berharap tak ada tinggal meninggalkan. Disaksikan ruang mayat, suster yang sedang mendorong pasien, satpam yang berkeliling, dan tentu saja Sang Dalang di SinggasanaNya.
(namun nyatanya, rumah sakit hanya menjadi sakit sekarang.)
Komentar
Posting Komentar