Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2018

[ g v a s i t i r a ]

Apa pun yang terlukis di semesta, punya kekuatan. Saling tarik menarik, saling beredar, saling jatuh hati. Ah, kamu layak dinobatkan sebagai Isaac Newton abad 21. Kamu kan yang menciptakan gravitasi untukku? Aku selalu jatuh tertarik menujumu. Seperti pusat bumi milikku saja. Gravitasimu juga menciptakan hukum jatuh dalam mekarnya cinta kan? Tapi..... bagaimana kalo ia menciptakan hukum jatuh karena terlalu berharap? Ah tenang, kekasihku seorang ilmuwan pematen hukum bahagia. Namanya sudah tercatat di prasasti lembah terdalam yang diciptakan atom-atom berperasaan. Ia tak akan mampu meracik racun nestapa untuk gadis yang katanya ia cintai. Percaya. [tunggu.........  masih berusaha percaya]

Sup Ayam

Ma, bahumu masih basah berpeluh karena meracik sup ayam favoritku untuk menghempas perutku yang bergemuruh. Tapi hari ini, anak gadismu sedikit lelah, boleh aku bersandar? Tidak akan lama Ma, hanya sampai air mata ini mengering. Lagi.

Pulang.

Sekarang, aku akan berproses bersamamu, menemani setiap mimpi yang kamu buat, walau itu banyak, akan aku temani satu persatu sampai kamu lelah apalagi yang belum pernah kamu capai. Tenang, kemanapun aku berkelana, arah pulangku adalah kamu. [tunggu, masih ada 60 detik lagi. aku tidak mau pulang masih mau disini. melihat wajah sampingmu.]

[p i s a h]

Kadang kita tidak harus benci pada perpisahan. Bohong, saya benci perpisahan. Bukannya setiap manusia tidak mau berkenalan dengan perpisahan? Suami istri takut perpisahan, persahabatan takut dengan keretakan dan pengkhiatanan, band musik favoritmu takut dengan kata-kata "bubar", Indonesia takut bercerai-berai, dan manusia takut melepas kehidupan fananya dengan kematian yang abadi. Perpisahan adalah penyakit setelah pertemuan. Semua manusia pasti akan memilih 'lebih baik'. Lebih baik menderita daripada harus berpisah, lebih baik terkhianati daripada harus berpisah, lebih baik berderai air mata daripada harus berpisah, lebih baik tidak pernah bertemu daripada harus berpisah, dan lebih baik seperti ini. Dan ternyata skenario Tuhan mengajarkan sesuatu yang tidak diberi gurumu, tidak diberi oleh buku pelajaranmu, tidak diberi oleh motivarormu, tapi diberi oleh untaian hidupmu dengan alur yang mengagumkan. Perpisahan, tidak selamanya kelabu, tidak selaman

Segores Rasa, kemarin.

Jangan menggebu-gebu menyatu dengan perasaanmu kawan! Dia itu fana. Yang didukung hari ini, besoknya menjatuhkan. Yang dibanggakan hari ini, besoknya dicaci maki. Yang dimiliki hari ini, besoknya sirna. Yang dicintai hari ini, besoknya mengkhianati. Hari ini "Dia paling terbaik dan yang terakhir dihidupku!", besoknya "Aku tidak mau mengenal dia, dia bukan siapa-siapa lagi!" Cinta dan benci hanya semburat tipis dilangit senja. Ia bagai dua sisi uang koin. Kalau kamu dapat cinta, Bingo! Ini adalah hari keberuntunganmu. Kalau benci yang hadir, kamu akan mengutuk cinta. Bersabarlah dalam mencintai, memiliki, mengasihi dan segala perasaan yang kamu angkuhkan itu, agar kelak kamu tidak hancur dikemudian hari. [Badit dan Segores Rasa, hari ini.]

[Tolong, aku geram!]

Suka sedikit kesal nih sama orang yang masih berpikiran kolot , "Apaan ilmu hukum mah gampang cuma ngapalin doang! Susahan jurusan aku banyak ngitungnya" atau "Susahan pelajaran ilmu alam yang pasti daripada sosial!" Kalau kamu masih berpikiran seperti ini hmm, mungkin uang orang tua yang kamu pakai buat mengenyam bangku pendidikanmu sia-sia. Kata siapa ilmu hukum mudah? Lah wong setiap sisi kehidupan kita diatur oleh hukum kok. Kamu tau tidak betapa rumitnya proses seseorang sampai bisa dipenjara? Atau menyelesaikan sengketa tanah? Betapa sulitnya seorang Hakim menjatuhkan putusan? Betapa sulitnya memahami KUHPidana, KUHPerdata, dengan bab dan pasalnya yang sangat runtut, dan harus tekstual karena beda kata beda maknanya? Kamu tau tidak kami juga mempelajari anatomi tubuh manusia sebagai bagian dari hukum? Kami juga menghitung kok! Ada Hukum Waris, Hukum Perbankan, Hukum Pajak, dst. "Ah tapi masih susahan hitungan aku!" Padahal, kalau kamu sadar

00.16

Semesta sedang menjadi dalang hari itu. Wayang-wayang yang terpanjang dan berdebu di lacinya, ia mainkan. Katanya supaya bisa bertemu. [Sang Dalang sangat piawai memberikan alur pertunjukkannya hari ini. Kita tetap dipasangkan kan?]

[MENOR]

"Wah parah sih dandanannya menor banget pasti bukan wanita baik-baik!" "Lipstiknya merah banget pasti wanita penghibur!" "Itu cabe-cabean ya? Menor bgt!" Dan ribuan kalimat arogan yang muncul ketika melihat seorang wanita berdandan. Pencela jumlahnya lebih banyak. Dan 'percelaan' itu dilakukan segelintir pria karena masih memiliki mindset [wanita berdandan=wanita tidak baik]. Wanita merias diri tidak bisa diidentikkan dengan wanita tidak baik. Apa yang salah dengan merias diri? Dan kenapa para wanita harus hidup dibayang-bayang asumsi kalian? Semua yang kami lakukan bukan untuk memuaskan nafsu hewani dan membayar secercah spekulasi kalian, harga maskara kami jauh lebih mahal daripada harga pikiran kotor kalian. Merias diri adalah bentuk mencintai diri, menghargai ciptaan Tuhan, bukan memikat hati pria berdasi maupun hidung belang. Kami bangga dengan pensil alis yang dibingkai sesuai keinginan, membuat mata kami lebih berkarakter. Wajah be