Jogjakarta mengayom Desember. Angkringannya membuai angkasa jiwa si penulis sajak kala itu, disuguhi jamuan malam, diiring gamelan pak Joko, pak Romo, pak Sopo? (sok tahu, padahal belum bertegur sapa!) melarut apa yang mencengkram, membius siapa yang merongrong. Wedang Rondenya sehangat senyum lakon-lakon yang ia rindu bersemayam dalam lubuk. Ada kah satu diantara mereka yang akan menjadi pemenang pinta? Mbak penjual Bakpia Pathok berkerudung cokelat? Mas rupawan penghuni kampus idaman? Atau mister-mister penganut Apartheid (mungkin) yang selalu ia lihat di film laga? Menyongsong pusara nyata, ia terhempas sejenak, lupa, terlalu banyak menerka. "mas, saya mau pesan!" "saya memesan kepastian, masih ada?" Masnya hanya tersenyum rupanya, menganyam kecut, tidak seindah Malioboro malam itu. Kembali penulis sajak itu melambung "ah, pesananku bukan disini ya?" [24 Desember 2018]
Semesta masih melihat, coret saja dulu.