Malang melampaui Juni.
Ia bertanya, "sedang mencari apa kau disini?"
"hai kau sang penulis sajak!"
biar kuberi tahu,
Aku hanya berjengkal dan sepandang,
mengaburkan lara yang bersarang dan bersemayam hirau terlarang,
menjamu yang semu sampai jemu dan leburnya bertambah lemu,
Ah, lupa!
kuberi tahu lagi,
Aku tak kuasa mengebiri bendung kecewamu,
Aku payah dalam mencabik roman ironimu.
jangan kau tumpah ruahkan Aku dengan amarahmu!
karena Aku bukan sebab anak gembala itu pergi jauh dari ladang hatimu.
Ucapan Malang mengoyak batin sang penulis sajak.
tampak sang penulis sajak termenung dengan dirinya yang terkurung,
menafsirkan Gunung Bromo segagah Ken Arok dengan pria rupawan di gereja tua berdinding lapuk yang berjuluk Romo,
mengelabui Coban Supit Urang yang ditelisik dengan hidangan menggugah buatan Tacik,
dan mengulur Pantai Tiga Warna supaya picisannya segera sirna.
namun racaunya terhenti di jalan buntu Sumber Pitu Tumpang.
"apa yang hilang tak bisa kembali di undang?"
kembali sang penulis sajak terbenam,
"ah, rupanya aku bernaung di Malang tuk berkelit dengan rasa yang terseok-seok karena sudah usang ku pendam!
Malang tolong aku! Bisa kah kau pinta anak gembalaku kembali?
aku sangat mencintainya!"
[saya bukan pencipta seperti Tuhan, tapi karena ibu saya bilang melahirkan adalah anugerah, anggap saja saya sedang dianugerahi Tuhan dengan melahirkan "Nang Malang" ini dengan penuh cinta dan kerinduan dengan kampung halaman! Sssst, "Nang Malang" juga lahir ke dunia karena campur tangan salah satu kakak favorit saya di Ilmu Hukum, kata beliau sering-seringlah menulis!]
-Bandung, Juli 18 dan 00.47-
Ia bertanya, "sedang mencari apa kau disini?"
"hai kau sang penulis sajak!"
biar kuberi tahu,
Aku hanya berjengkal dan sepandang,
mengaburkan lara yang bersarang dan bersemayam hirau terlarang,
menjamu yang semu sampai jemu dan leburnya bertambah lemu,
Ah, lupa!
kuberi tahu lagi,
Aku tak kuasa mengebiri bendung kecewamu,
Aku payah dalam mencabik roman ironimu.
jangan kau tumpah ruahkan Aku dengan amarahmu!
karena Aku bukan sebab anak gembala itu pergi jauh dari ladang hatimu.
Ucapan Malang mengoyak batin sang penulis sajak.
tampak sang penulis sajak termenung dengan dirinya yang terkurung,
menafsirkan Gunung Bromo segagah Ken Arok dengan pria rupawan di gereja tua berdinding lapuk yang berjuluk Romo,
mengelabui Coban Supit Urang yang ditelisik dengan hidangan menggugah buatan Tacik,
dan mengulur Pantai Tiga Warna supaya picisannya segera sirna.
namun racaunya terhenti di jalan buntu Sumber Pitu Tumpang.
"apa yang hilang tak bisa kembali di undang?"
kembali sang penulis sajak terbenam,
"ah, rupanya aku bernaung di Malang tuk berkelit dengan rasa yang terseok-seok karena sudah usang ku pendam!
Malang tolong aku! Bisa kah kau pinta anak gembalaku kembali?
aku sangat mencintainya!"
[saya bukan pencipta seperti Tuhan, tapi karena ibu saya bilang melahirkan adalah anugerah, anggap saja saya sedang dianugerahi Tuhan dengan melahirkan "Nang Malang" ini dengan penuh cinta dan kerinduan dengan kampung halaman! Sssst, "Nang Malang" juga lahir ke dunia karena campur tangan salah satu kakak favorit saya di Ilmu Hukum, kata beliau sering-seringlah menulis!]
-Bandung, Juli 18 dan 00.47-
Komentar
Posting Komentar